Sudah menjadi ketentuan yang paten, bahwasanya untuk membuat kalimat yang sempurna harus membutuhkan subjek, predikat, objek dan keterangan. Apabila tidak lengkap masih bisa dikatakan kalimat namun tidak sempurna. Dalam kaidah bahasa Arab, ada pembahasan khusus mengenai maf’ul bih (objek). Bagaimana pengertiannya, tanda i’rob (harokat), dan ketentuannya?
Table of Contents
Pengertian Maf’ul Bih
Apabila diartikan secara sederhana, yaitu isim yang dinashobkan dan dikenai pekerjaan, atau bisa juga isim manshub yang dikenai perbuatan atau yang menjadi sasaran perbuatan fa’il (pelaku). Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan objek. Dasarnya ada di beberapa pernyataan dalam kitab Nahwu Shorof berikut ini:
Baca Juga : Contoh Maf’ul Ma’ah
هُوَ الإِسْمُ المَنْصُوْبُ الَّذِىْ يَقَعُ بِهِ الفِعْلُ
المَفْعُوْلُ بِهِ هُوَ إِسْمٌ مَنْصُوْبٌ وَقَعَ عَلَيْهِ فِعْلُ الفَاعِلِ
Contoh konkritnya adalah:
كَتَبَ أَحْمَدَ الرِّسَالَةَ
يَفْتَحُ الأُسْتَاذُ بَابًا
شَرِبَتْ مَرْيَمُ اللَّبَنَ
Kata yang digaris bawahi di atas posisinya sebagai objek yang menjadi keterangan tentang pekerjaan apa yang sudah dilakukan. Kalimat pertama artinya Ahmad membuka buku pelajaran. Kalimat kedua ustadz sedang membuka pintu, dan yang terakhir maryam minum susu. Dari sini, sahabat muslim sudah paham kan pengertian singkatnya?
Kaidah atau Ketentuan Maf’ul Bih
Nah seperti yang sudah dijelaskan di atas, soal penempatan tidak boleh sembarangan. Tujuannya agar terbentuk kalimat yang sempurna, tidak rancu, mudah dipahami dan tidak menimbulkan multi tafsir atau kesesatan berpikir. Lalu apa saja ketentuan yang harus dipatuhi?
-
Posisi Standar
Pertama untuk posisi standar objek dalam bahasa Arab urutannya adalah fi’il (kata kerja), fa’il (pelaku) dan maf’ul (objek). Contohnya adalah يَفْتَحُ أَحْمَدُ الْأَبْوَابَ yang artinya Ahmad sedang membuka beberapa pintu. Atau سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللّهِ yang artinya Saya bertanya kepada Rasulullah.
Baca Juga : Tashrif Fi’il Madhi Lengkap dengan Artinya
-
Maf’ul Boleh Didahulukan apabila Fa’ilnya Berupa Isim Dhohir
Karena biasanya posisi objek ada di belakang, ada syarat yang harus dipenuhi apabila ingin meletakkannya sebelum subjek, dengan syarat keduanya harus berupa isim dhohir. Contohnya adalah يَجْنِي القُطْنَ الفَلَّاحُ yang artinya petani sedang menuai kapas.
-
Boleh Mendahulukan Objek sebelum Kata Kerja
Boleh didahulukan sebelum kata kerja dengan syarat subjek dan objeknya berupa isim dhohir. Contohnya adalah فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ yang artinya kelompok yang Anda bohongi, dan kelompok yang Anda bunuh.
-
Wajib Mengakhirkan Maf’ul apabila Berupa Isim Dhomir
Isim dhomir adalah kata ganti, bisa berupa nama orang atau yang lainnya. Contohnya adalah أَكْرَمَنِيْ أَحْمَدُ yang artinya saya memuliakan Ahmad, posisi Ahmad di sini sebagai objek namun berstatus sebagai isim dhomir, paham kan?
-
Wajib Mengakhirkan untuk Menghindari Kesalahpahaman
Catatan yang paling penting, apabila memang tidak bisa diletakkan di depan maka jangan dipaksakan. Hal ini dikhawatirkan akan timbul sebuah kesalah pahaman. Contohnya adalah أَكْرَمَتْ عَائِشَة فَاطِمَة yang artinya Aisyah memuliakan Fatimah.
Baca Juga : Contoh Fi’il Madhi
Apabila Fatimah didahulukan maka banyak yang mengira jika Aisyah adalah maf’ul padahal dari segi susunan dhomirnya tidak demikian. Jadi memang harus berhati-hati.
-
Maf’ul Wajib Didahulukan apabila Berupa Isim Dhomir Munfashil
Dhomir munfashil adalah kata ganti yang mampu berdiri sendiri tanpa harus disambungkan dengan isim. Contohnya adalah huruf “ka” pada kalimat إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ yang artinya hanya kepada Engkaulah Kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah Kami mohon pertolongan. Kata إِيَّاكَ didahulukan karena jika diletakkan di akhir akan berbeda makna.
-
Fi’il dan Fa’il Boleh Dihilangkan
Sahabat muslim boleh saja menghilangkan fi’il atau fa’il apabila menggunakan maf’ul saja sudah memahami apa yang dimaksud dari sebuah kalimat. Contohnya apabila ada seseorang bertanya “Kamu bertemu siapa kemarin”, maka cukup dijawab “Ali” saja atau “Muhammad” saja. Posisinya sebagai maf’ul sudah cukup menjelaskan, tanpa harus “saya bertemu Ali”.
Baca Juga : Contoh Fa’il dan Pembagiannya
Tanda I’robnya
Selanjutnya membahas tentang tanda i’rob atau harokatnya. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa maf’ul adalah isim manshub yang artinya i’robnya adalah nashab berharokat fathah, alif, kasroh dan ya’. Namun yang menjadi catatan, tanda ini hanya berlaku pada isim mu’rab (yang bisa diharokati) saja.
-
Fathah
Pertama, fathah menjadi tanda nashab pada objek apabila berbentuk jama’ taksir (menunjukkan arti banyak) dan isim mufrod (menunjukkan arti satu). Contohnya adalah ضَرَبَ خَلِيْلٌ كَلْبًا (isim mufrod) dan كَتَبَ الْمُدَرِّسُ النُّصُوْصَ (jama’taksir).
-
Alif
Selanjutnya, alif menjadi tanda nashab pada maf’ul apabila berbentuk asma’ul khomsah. Contohnya adalah رَأَيْتُ أَبَاكَ yang artinya saya melihat ayah kamu. Kata أَبَاكَ di sini termasuk asma’ul khomsah. Sehingga apabila menjadi maf’ul maka ditandai dengan alif yang terletak setelah huruf ba’.
-
Kasroh
Menjadi tanda nashab apabila maf’ulnya berbentuk jamak muannats salim (menunjukkan arti banyak perempuan). Contohnya adalah kata الطَّالِبَاتِ pada kalimat رَاَيْتُ الطَّالِبَاتِ yang artinya saya melihat beberapa murid (perempuan).
- Ya’
Ya’ menjadi tanda nashab pada maf’ul apabila berbentuk jama’ mudzakkar salim (banyak laki-laki) atau isim tasniyah (satu perempuan). Contohnya adalah ضَرَبَتْ سَلْمَى قِطَّيْنِ (isim tasniyah) dan رَأَيْتُ الْمُسْلِمِيْنَ (jama’ mudzakkar salim). Perhatikan harokat pada kata قِطَّيْن dan الْمُسْلِمِيْن ada ya’ sebelum huruf akhir.
Baca Juga : Contoh Fi’il Lazim
Sahabat muslim sekalian, walaupun kaidah dan ketentuan maf’ul bih cukup banyak, tapi tidak perlu pusing memikirkannya. Cukup ketahui terlebih dahulu mana fi’il dan fa’ilnya kemudian mencari artinya dalam kamus. Dari sana sudah bisa ditentukan mana objek, kaidah serta i’rob yang mana.