Maf’ul Ma’ah dan Pengertian, Syarat dan Contoh Dalam Alquran

Posted on

Assalamu’alaikum sahabat muslim, belajar ilmu Nahwu Shorof memang membutuhkan ketelatenan ya. Pasalnya tidak hanya berkaitan dengan arti bahasa Arab saja melainkan juga susunan kalimat dan harokatnya. Salah satu yang perlu diketahui adalah maf’ul ma’ah. Nah jika belum paham apa pengertian, syarat dan contohnya dalam Al-Qur’an, maka simak pembahasan ini sampai akhir ya.maf’ul ma’ah


Pengertian Maf’ul Ma’ah

Berdasarkan kitab Al Jurumiyah, pengertiannya adalah isim manshub (kata benda yang dinashobkan) dan terletak sesudah huruf wawu (و), namun tidak bermakna kata sambung “dan”, melainkan “bersama” atau “kebersamaan”. Oleh karena itu, seringkali ia disebut dengan Wawu Ma’iyah. Dasarnya ada di nadhom/ pernyataan mushonnif ini:

Baca Juga : Tashrif Fi’il Madhi Lengkap dengan Artinya

هُوَ الإِسْمُ المَنْصُوبُ الَّذِى يُذْكَرُ لِبَيَانِ مَنْ فُعِلَ مَعَهُ الفِعْلُ

Artinya : “Isim nashob yang disebutkan untuk menjelaskan orang yang menyertai terlaksananya pekerjaan”.

Lalu bagaimana cara membedakan antara wawu ma’iyah dengan wawu ‘athof (bermakna dan)? Pertama dari segi harokat, untuk wawu ‘athof biasanya ia mengikuti lafadz sebelumnya. Apabila harokatnya dhommah maka ia ikut dhommah. Hal ini tentu berbeda dengan wawu ma’iyah yang sesuai nadhom di atas harus mengikuti harokat nashob (fathah).

Kedua, untuk memisahkan antara ma’iyah dan ‘athof bisa juga dengan mengartikannya. Wawu ma’iyah bermakna bersama, sedangkan wawu ‘athof bermakna dan. Sampai sini sudah paham kan?


Syarat Maf’ul Ma’ah

Sama seperti kaidah bahasa Indonesia, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam sebuah kalimat agar bisa menjadi sempurna. Begitupun wawu ma’iyah ini, dalam kitab Jamiu Al-Durus Al-‘Arobiyah dijelaskan syaratnya sebagai berikut:

Baca Juga : Contoh Fi’il Madhi


  • Isimnya Harus Berupa Fadlah (Bukan Pokok Kalimat)

Tidak bisa dianggap ma’iyah apabila terdapat isim di belakang wawu yang posisinya sebagai bagian dari pokok kalimat,  jadi harus diartikan ‘athof. Contohnya adalah kalimat  اِشْتَرَكَ سَعِيْدٌ وَ خَلِيْلٌ , yang artinya  “Sa’id dan Kholil sedang berserikat”.

Kenapa wawu tersebut dimaknai dan? Karena logikanya, berserikat adalah lebih dari dua orang, pun nama Kholil masih masuk ke dalam pokok kalimat. Apabila dipaksakan maka artinya tidak logis yaitu “Sa’id berserikat disertai/bersama dengan Kholil”. Tidak bisa dikatakan menjadi kalimat yang sempurna.


  • Sebelum Wawu Ma’iyah Terdapat Jumlah

Dalam ilmu bahasa Arab, jumlah artinya adalah kalimat, baik itu terdiri dari isim (pelaku/benda) dan fi’il (kata kerja). Bisa disebut sebagai wawu ma’iyah apabila sudah ada susunan kalimat sebelumnya. Contohnya yaitu جَاءَ الاَمِيرُ وَالجَيْسَ, artinya Raja datang bersamaan dengan prajurit. Sudah cukup jelas kan?


  • Wawu setelah Kalimat Sempurna Harus Memiliki Makna (Beserta)

Dalam menentukan ini maka sahabat muslim harus ekstra hati-hati, apakah masuk ke dalam ma’iyah atau justru ‘athof. Kuncinya, perbanyak kosa kata bahasa Arab, seperti contoh سَارَ عَلِيٌّ وَ طُلُوْعَ الشَّمْسِ yang artinya Ali berjalan beserta terbitnya matahari. Atau نَامَ أَحْمَدُ وَ غُرُوْبَ الشَّمْسِ, artinya  Ahmad tidur bersamaan dengan terbenamnya matahari.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa syarat agar bisa dikatakan wawu ma’iyah. Pertama, isim setelah wawu bukan bagian dari pokok kalimat, kedua sebelumnya sudah ada susunan isim dan fi’il dan terakhir mengetahui arti secara utuh agar bisa mengartikan “dan” atau “bersama”.

Baca Juga : Contoh Fa’il dan Pembagiannya


Contohnya dalam Al-Qur’an

Sebenarnya banyak sekali contoh dalam Al-Qur’an yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Namun kali ini, sahabat muslim harus tahu yang paling familiar, dan satu lagi yang perlu diketahui, jika menganut tafsir dalam Al-Qur’an, ma’ah juga bisa disebut dengan ma’thuf. Tapi  tidak semua ma’thuf bisa disebut ma’ah. Penasaran apa saja? Simak beberapa poin di bawah ini ya:

  • S. Saba’ ayat 10 yang berbunyi وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ مِنَّا فَضْلًا يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ, artinya “Dan sungguh telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kami. (Kami berfirman), “wahai gunung-gunung beserta burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud” dan Kami telah melunakkan besi untuknya.
  • S. Yunus ayat 71 yang berbunyi فَأَجْمِعُوا أَمْرَكُمْ وَشُرَكَاءَكُمْ, artinya adalah “Bulatkanlah keputusanmu dan kumpulkanlah musuh-musuhmu”.
  • Selanjutnya adalah S. Al-Mudatsir ayat 11 yang berbunyi ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيدًا, artinya adalah “”Biarkanlah Aku yang bertindak terhadap orang yang Aku sendiri telah menciptakannya.

Kemudian, contoh lain yang sering ditemukan dalam susunan kalimat bahasa Arab yang digunakan sehari-hari adalah:

  • Para lelaki telat berperang beserta para panglimanya غَزَا الرِجَالُ وَالْقَائِدَ
  • Para saudagar pergi bersamaan dengan terbitnya matahari ذَهَبَ التُّجَّارُ وَطُلُوْعَ الشَّمْسِ
  • Guru tersebut minum bersama muridnya شَرِبَ الْمُدَرِّسُ وَ التِّلْمِيْذَ
  • Anak laki-laki itu berhenti bersamaan dengan adanya tamu وَقَفَ الْوَلَدُ وَ الضِّيْفَ
  • Umar datang bersamaan dengan tenggelamnya matahari جَاءَ عُمَرُ وَغُرُوْبَ الشَّمْسِ
  • Muhammad datang bersamaan dengan terbitnya matahari جَاءَ مُحَمَّدٌ وَطُلُوْعَ الشَّمْسِ

Baca Juga : Contoh Fi’il Lazim

Sekarang sahabat muslim sudah paham kan mengenai apa itu pengertian, syarat dan contoh maf’ul ma’ah baik di Al-Qur’an atau kalimat sehari-hari? Sekedar saran, karena memang terkadang membingungkan penggunaannya, maka harus memperbanyak kosa kata agar bisa menentukan apakah ingin menggunakan kata “dan” atau “bersama”.

5/5 - (39 votes)