Jumlah Mufidah – Pengertian, Pembagian, Contoh, Penjelasan

Posted on

Dalam membentuk sebuah kalimat baik sebagai bacaan maupun dalam percakapan, tentu akan lebih mudah dipahami dengan kalimat yang lengkap dengan arti yang sempurna. Bahasa Arab sendiri sebagai bahasa yang memiliki peminat banyak tentu mengatur bagaimana cara mendapatkan kalimat atau susunan kata dengan makna yang sempurna, salah satunya ada dalam pembahasan jumlah mufidah.jumlah mufidah

Jumlah mufidah termasuk ke dalam pembahasan mengenai kalimat yang masih tergolong pendek. Untuk itu, pembahasan di bawah ini akan menggunakan contoh-contoh yang sederhana agar sahabat muslim dapat memahaminya dengan mudah.

Baca Juga : Mengenal Mufrodat dan Jenis-Jenis Kata


Apa Itu Jumlah Mufidah?

Tentu sahabat muslim di rumah harus mengetahui terlebih dahulu pengertian jumlah mufidah sebelum membahas pembagiannya. Adapun yang disebut dengan jumlah mufidah adalah susunan beberapa buah kata yang mempunya makna lengkap atau sempurna, sehingga makna atau tujuannya dapat dengan mudah dipahami.

Kata ‘jumlah’ sendiri dalam bahasa Arab memiliki arti ‘kalimat’, sedangkan kata ‘mufidah’ berarti ‘berguna’. Sehingga dari gabungan arti kedua kata tersebut secara bahasa dapat dipahami sebagai kalimat yang bermanfaat (karena memiliki makna dan tujuan yang terkandung di dalamnya). Istilah ini disebut juga dengan kalam.

Dalam kitab Nahwul Wadhih, pengertian kalam ini didefinisikan dengan:

التَّرْكِيْبُ الَّذِ يفيد فائدةً تامَّةً يُسمَّا جملة مفيدةً، ويُسَمَّى أَيضًا كلامًا

Artinya: Kumpulan kata yang memberikan manfaat secara lengkap disebut jumlah mufidah, dan disebut juga dengan kalam.


Kaidah Kalam

Gabungan beberapa kata yang memberikan makna sempurna tersebut bisa terbentuk dari subjek (S) + predikat (P) sebagai kaidah utamanya. Sedangkan fi’il amar atau kata perintah masuk ke dalam kalam walaupun hanya terdiri dari satu kata saja. Karena pada dasarnya fi’il amar sudah memenuhi syarat menjadi kalam yakni memiliki subjek dan predikatnya.

Baca Juga : Pengertian Mubtada Khobar dan Contohnya dalam Al-Qur’an

Contoh:

اُكْتُبْ  (tulislah)

Meski tidak menyebutkan subjek dalam kalimat tersebut secara langsung, fi’il amar tersebut sudah bisa dimengerti maksud dan tujuannya. Jika dirinci dalam bahasa Indonesia, kata “tulislah” tersebut memiliki arti yang sama dengan kalimat “tulislah oleh kamu”. Kalimat “tulislah oleh kamu” sudah memenuhi kaidah kalam karena terdiri dari subjek (kamu) dan predikat (tulis).

Namun, di samping itu terdapat pula gabungan kata yang tidak bisa disebut dengan kalam oleh sebab tidak sesuai dengan salah satu arti kalam itu sendiri. Karena disebut dengan jumlah mufidah, tentu sebuah kalimat haruslah memiliki ‘mufidah’ (arti / makna). Sehingga kalimat yang terbentuk tidak menimbulkan pertanyaan lebih lanjut oleh lawan bicara.

Contoh gabungan kata yang tidak masuk ke dalam golongan kalam adalah sebagai berikut.

مِنَ الْمَدْرَسَةِ  (dari sekolah)

Gabungan kata tersebut hanya memenuhi ‘jumlah’, belum memenuhi ‘mufidah’. Gabungan kata tersebut jika dilontarkan kepada lawan bicara tentu lawan bicara akan bingung dan tidak mengerti tujuan atau arti yang ingin disampaikan yang akhirnya akan menimbulkan pertanyaan. Misalnya lawan bicara mungkin akan menanyakan, “siapa yang dari sekolah?” karena kalam membutuhkan subjek.

Selain itu, gabungan kata yang tidak memiliki mufidah juga sering kali akan menimbulkan makna yang ambigu, sehingga maksud yang ingin disampaikan tidak bisa tersampaikan dengan benar.

Baca Juga : Jamak Muannats Salim dalam Ilmu Nahwu


Pembagian Kalam


  • Jumlah Ismiyah

Yang disebut dengan jumlah ismiyah ialah sebuah kalimat yang diawali dengan isim atau kata benda. Dalam bahasa Indonesia, jumlah ismiyah dapat dipahami sebagai kalimat nominal.

Jumlah ismiyah terdiri dari dua bagian, antara lain:

  • Mubtada, yakni isim yang di-rofa’-kan dan terletak pada awal jumlah.
  • Khobar, yakni pemberita mubtada atau kata yang menjelaskan keadaan mubtada serta umumnya berupa isim nakiroh.

Contoh:

العِلْمُ نَافِعٌ  (ilmu itu penting)

Lafaz العِلْمُ bertindak sebagai mubtada dan lafaz نَافِعٌ bertindak sebagai khobar.

Secara umum memang mubtada terletak di depan khobar, namun dalam keadaan tertentu mubtada diletakkan di belakang khobar. Keadaan tersebut dikenal sebagai khobar muqoddam dan mubtada muakhor, yakni khobar di depan dan mubtada di belakang.

Contoh:

Mubtada khobar:               الْحَمْدُ لِلّهِ

Mubtada muakhor:             الْحَمْدُ لِلّهِ

Contoh pertama menunjukkan mubtada الْحَمْدُ yang berada di depan dan khobar لِلّه yang berada di belakang. Jumlah ismiyah yang pertama memiliki arti ‘segala puji bagi Allah’. Sedangkan kalimat kedua menunjukkan mubtada الْحَمْدُ yang berada di belakang khobar لِلّهِ dan jumlah ismiyah tersebut memiliki arti ‘untuk Allah segala pujian’.

Baca Juga : Apa Itu Tashrif Istilahi? Temukan Definisi, Ketentuan Umum


  • Jumlah Fi’liyah

Jumlah fi’liyah dipahami sebagai sebuah kalimat dengan tujuan dan maksud yang didahului oleh fi’il atau kata kerja. Dalam bahasa Indonesia, jumlah fi’liyah dapat dipahami sebagai kalimat verbal.

Jumlah fi’liyah juga terbagi dalam dua bagian, yakni fi’il (kata kerja) dan fa’il (pelaku) atau naibul fa’il (pengganti pelaku).

Contoh:

خَرَجَ أَحْمَدُ   (Ahmad sudah keluar)

Lafaz خَرَجَ bertindak sebagai fi’il atau kata kerja, sedangkan أَحْمَدُ bertindak sebagai fa’il atau pelaku.

Baca Juga : Mengenal Huruf Hijaiyah Sambung

Bisa dipastikan bahwa yang disebut dengan kalam selalu memiliki arti atau tujuan yang tidak menimbulkan makna ambigu. Untuk mematrinya dalam kepala, sahabat muslim bisa mengingat bahwa ‘mufidah’ selalu menuntut maksud, tujuan, atau manfaat. Begitulah salah satu trik yang bisa digunakan untuk memahami kalam.

5/5 - (59 votes)